Oleh : M. Ichsan Amir Mujahid
Salah satu persoalan keummatan yang menjadi tantangan bagi tugas lembaga dakwah Islam adalah masalah kemiskinan. Dalam konteks negara, kemiskinan merupakan tantangan utama pembangunan di negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Kondisi kemiskinan membuat daya saing nasional melemah terhadap dunia internasional dan mengakibatkan turunnya harga diri individu dan bangsa Indonesia.
Begitu besarnya dampak kemiskinan sehingga upaya penanggulangan kemiskinan senantiasa menjadi agenda prioritas pembangunan. Dalam nota Keuangan dan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 disebutkan bahwa salah satu dari sebelas prioritas pembangunan nasional adalah penanggulangan kemiskinan, dengan sasaran tingkat kemiskinan 11,5%-12,5% dari jumlah penduduk tahun 2011.
Dengan menggunakan kriteria pendapatan Rp200.269 per kapita per bulan, BPS (Maret 2010) tercatat adanya 31,02 juta penduduk miskin, setara dengan 14,15% dari total penduduk Indonesia sekitar 228 juta jiwa. Ternyata jumlah warga miskin di Indonesia lebih banyak dari jumlah penduduk negeri jiran Malaysia yang hanya berjumlah 28,9 juta jiwa. Jumlah warga miskin menjadi berlipat ganda jika menggunakan ukuran kemiskinan versi World Bank (Bank Dunia), yaitu minimal memiliki pendapatan 2 dolar US per hari. Dengan ukuran ini jumlah mereka mendekati 100 juta jiwa. Terlihat jelas, pemerintah bahkan donor asing tidak mampu untuk memberantas kemiskinan di negeri ini yang memang sudah begitu akut.
Dalam konteks lokal kabupaten Cianjur, potret kemiskinan umat ini juga masih tinggi, dalam catatan HU Pelita, dari 2 juta jiwa penduduk kabupaten Cianjur sekitar 1,2 juta jiwa hidup miskin, sedangkan angka kemiskinan yang sekarang ini menjadi konsumsi publik sekitar 650.000 jiwa, konon hanya merupakan data politis (HU Pelita 31 Januari 2011).
Jumlah angka kemiskinan ini merupakan persoalan yang seolah tidak pernah terselesaikan bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diperburuk lagi dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga-harga bahan pokok sementara pendapatan masyarakat cenderung tetap. Kasus gizi buruk akan terus terjadi di daerah-daerah akibat ketidak-mampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tanggung Jawab Umat
Potret tingginya indeks kemiskinan masyarakat indonesia tersebut dapat dipastikan adalah umat Islam. Padahal Islam mengajarkan bahwa setiap muslim adalah saudara, dan belum sempurna iman seorang muslim sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Sebagai agama mayoritas di negara ini, sudah menjadi tanggung jawab umat Islam untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di negeri yang kaya akan sumberdaya alam ini.
Penanggulangan kemiskinan harus menjadi agenda bersama umat Islam Indonesia. Kita tidak bisa hanya berpangku tangan dan menuntut pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang jumlahnya terus meningkat. Program-program kemiskinan yang dilakukan pemerintah cenderung menjadi program yang rawan akan korupsi, kolusi, nepotisme, sehingga sasaran program pemberantasan kemiskinan lebih sering salah sasaran dan justeru menciptakan angka kemiskinan baru.
Melihat realita tersebut, maka umat Islam harus berjihad melawan kemiskinan. Umat Islam harus bahu-membahu untuk mengentaskan angka kemiskinan tersebut. Umat Islam mempunyai tanggung jawab untuk memerangi kemiskinan di tanah air. Alasan utamanya adalah untuk menjaga keimanan kita. Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 2 ALLAH berfirman : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Alasan lainnya adalah terkait untuk menjaga keimanan saudara-saudara kita yang miskin. Rosulullah SAW bersabda bahwa kemiskinan akan mempermudah seseorang menuju kekufuran. Keimanan seseorang akan mudah goyah hanya dengan santunan paket sembako karena perutnya lapar dan membutuhkan makan.
Salah satu cara untuk memerangi kemiskinan umat Islam di indonesia adalah dengan pemberdayaan zakat. Pemberdayaan zakat ini hanya dapat dilakukan apabila kesadaran untuk menunaikan zakat sudah tinggi di kalangan umat.
Sebagai salah satu rukun Islam maka sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk membayar zakat bila ia sudah mencapai haul dan memenuhi nishabnya. ALLAH berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 183, “Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari bani Isro’il (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain ALLAH, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”. Dalam al-Quran ALLAH SWT banyak menyatakan dan memerintahkan untuk membayar zakat dan memberikan shodaqoh serta membelanjakan sebagian harta di jalan yang diridhoi ALLAH SWT.
Keberadaan zakat sangat tergantung terhadap keberadaan lembaga zakat yang mengelolanya. Secara yuridis formal keberadaan zakat telah diatur dalam UU No. 38/1999 yang diperbaharui kembali dengan UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga pengelola zakat saat ini tidak hanya dimonopoli oleh BAZNAS yang dikelola oleh negara tetapi juga dikelola secara swadaya oleh masyarakat melalui LAZ (Lembaga Amil Zakat).
Yang menjadi perhatian bagi lembaga pengelola zakat tersebut adalah bagaimana zakat tersebut dapat diberdayagunakan untuk menanggulangi dan mengatasi kemiskinan umat Islam pada khususnya dan warga Indonesia pada umumnya. Pengelolaan ini penting agar zakat tidak hanya sekedar menjadi seremoni penghimpunan dana tanpa sasaran penyaluran yang jelas.
Untuk meningkatkan daya guna zakat dan mengentaskan kemiskinan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh lembaga pengelola zakat.
Pertama, lakukan pengelolaan zakat secara profesional dan akuntable. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan para wajib zakat (muzakki) bahwa dana yang telah mereka salurkan melalui LPZ akan disalurkan atau didayagunakan kepada yang benar-benar berhak untuk menerimanya.
Kedua, sasaran diutamakan kepada bagaimana para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) dari dana zakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan berwirausaha sehingga mereka tidak menjadikan zakat sebagai gantungan hidup.
Ketiga, mengelola dana zakat menjadi dana abadi yang dapat berkembang sehingga dana zakat tersebut tidak habis tetapi memiliki kontinuitas dan berkesinambungan.
Keempat, segmentasi sasaran yang jelas dan terencana. Sasaran dari pembagian zakat ini tidak perlu banyak tetapi cukup mengambil kelompok yang dapat memberikan pengaruh dan menggerakkan kegiatan ekonomi umat. Bila simpul-simpul ini dapat berkembang tentu akan mampu menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya mengurangi kemiskinan di daerah sekitarnya.
Kelima, membangun jaringan dengan pemberdayaan penerima zakat. Jaringan ini sangat penting guna memperlancar proses pembinaan dan pemberdayaan para penerima zakat dalam bentuk modal usaha. Dengan adanya jaringan akan mempermudah untuk mengembangkan usaha dan penyaluran hasil usaha. Pembangunan jaringan ini menjadi tanggung jawab yang serting terabaikan oleh lembaga pengelola zakat.
Keenam, pemberian bantuan pendidikan dan kesehatan bagi anak. Berdasarkan data UNICEF tahun 2006 jumlah anak balita gizi buruk di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Bila hal ini terus dibiarkan maka generasi penerus perjuangan umat yang andal akan hilang. Oleh sebab itu anak-anak harus mendapat perhatian khusus dari umat Islam.
Potensi zakat masih sangat besar yang hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengentaskan kemiskinan. Berdasarkan hasil dari pengkajian BAZNAS, dari potensi hasil zakat profesi saja dalam satu tahun di Indonesia bisa mencapai 32 triliyun rupiah. Besarnya potensi zakat sesungguhnya bisa menggantikan hutang luar negeri. Bahkan menurut Eri Sudewo (2007), penanganan kemiskinan dengan mendorong perkembangan zakat lebih baik dibandingkan dengan berhutang ke luar negeri. Oleh sebab itu kesadaran untuk membayar zakat harus terus disuarakan demi membangun umat yang adil dan sejahtera. Amien...
Disampaikan pada acara
Pembinaan BAZ Kecamatan se-Kabupaten Cianjur Tahun 2012
No comments:
Post a Comment