Optimalisasi Peran DKM Dalam Pengelolaan Zakat
Oleh : M. Ichsan Amir Mujahid
Dewan Kemakmuran Masjid atau dikenal dengan DKM adalah lembaga yang tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan zakat, terutama dalam kegiatan pengumpulan zakat fitrah. Semenjak dahulu, masjid selalu dijadikan tempat bagi pengumpulan zakat fitrah menjelang Idul Fitri. DKM adalah panitia pengumpul zakat fitrah yang sudah turun temurun.
Menurut data tahun 2002 dari Dewan Masjid Indonesia (DMI), jumlah masjid tak kurang dari 700.000 dan diperkirakan mencapai angka satu juta pada tahun ini. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di dunia. Tetapi sebagian besar belum ter-manage dengan baik. Hanya beberapa masjid di kota-kota besar saja yang relatif memiliki jama’ah yang berpendidikan, sehingga cukup tertolong dari segi pengelolaan. Banyak masjid pada kenyataannya hanya dijadikan tempat sholat saja. Keramaian shaf masjid hanya terlihat pada bulan Ramadhan, bahkan ada yang tertutup untuk umum.
Kesadaran untuk menunaikan zakat harus disadari sebagai salah satu rukun Islam yang menyentuh langsung aspek sosial masyarakat. Sayid Sabiq, pengarang Fiqhussunnah, mengatakan bahwa dalam al-Quran kalimat zakat yang berbarengan dengan kalimat sholat disebutkan sebanyak 82 kali, tetapi yang bergandengan langsung ada 28 kali. Hal ini menunjukkan pentingnya perintah zakat sebagai perwujudan dari ibadah sholat.
Sholat dan zakat, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat at-Taubat ayat 18 adalah merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Aplikasinyapun sangat erat dengan kemakmuran masjid. Demikian pula shalat dan zakat merupakan indikator yang membedakan antara ciri orang musyrik dan orang mu-min sebagaimana dijelaskan dalam QS. At-Taubat : 17.
Dalam dua ayat tersebut di atas, maka keberadaan masjid sangat erat kaitannya dengan zakat. Keberhasilan zakat yang dikelola oleh masjid merupakan ukuran bagi kemakmuran masjid itu sendiri. Sehingga sangat relevan jika tiap masjid dibentuk satu organisasi yang disebut Unit Pengumpul Zakat Masjid (UPZ Masjid). UPZ Masjid ini adalah transformasi dari UPZ mitra BAZ yang disinergikan dengan masjid (based on location). UPZ Mitra BAZ sendiri merupakan mitra penghimpunan ZIS yang merupakan amanah UU Zakat nomor 38 tahun 1999.
Secara struktural, UPZ Masjid dibentuk dari Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) merupakan satuan terkecil dari petugas yang diberi amanah untuk memungut zakat di lingkungan terdekatnya. Namun secara fungsional, peranan UPZ DKM adalah ujung tombak Peradaban zakat.
Peranan UPZ Masjid setidaknya mengandung 4 muatan utama yaitu:
Dalam proses membangun kesadaran berzakat di kalangan masyarakat yang erat kaitannya dengan UPZ Masjid, tentunya harus dibarengi dengan ketekunan para pengumpul (amil) zakat sebagai instrumen zakat. Tanpa amilin yang tangguh, tekun, penuh dedikasi, dan inovatif, pengumpulan zakat dalam konteks kesadaran akan tetap menjadi masalah yang serius. Di sinilah letak pentingnya keberadaan UPZ. Pengelolaan dana zakat berbasis masyarakat perlu memiliki database yang memadai. Dalam hal ini jama’ah masjid harus terdata dengan baik. Konsep radius 40 rumah/jama’ah merupakan konsep yang diajukan BAZNAS, yang berarti setiap masjid setidaknya memiliki jama’ah dalam radius 40 rumah ke segala arah (penjuru). Dengan konsep tersebut, masjid diharapkan lebih efektif perannya di masyarakat. Juga menghindari adanya masjid yang idle, karena jauh dari jama’ah sekitarnya. Dengan demikian kinerja masjid sebagai institusi terdekat masyarakat dapat dipertanggungkawabkan. Bukankah memakmurkan masjid adalah ajaran Rasulullah SAW? Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Yastrib, tempat yang beliau dirikan sebagai pusat kegiatan ummat adalah masjid. Jika sekarang terdapat masjid-masjid yang jauh dari kegiatan masyarakat sekitarnya, pantaskah kita menyebut diri kita sebagai ummat Muhammad SAW?
Atas peran yang sangat vital dalam pengumpulan zakat fitrah ini, maka perlu dibangun kemitraan strategis antara BAZ dengan DKM. Hal ini bertujuan agar pengumpulan dana zakat fitrah dapat maksimal. Sebagaimana diketahui, bahwa dana zakat fitrah selama ini belumlah terorganisir dengan baik. Masih banyak ditemukan masyarakat yang menyampaikan zakat fitrahnya secara langsung, tidak melalui DKM. Dan lebih jauh lagi adalah pemberian zakat itu ditujukan kepada dukun beranak (paraji), bidan, guru ngaji, ataupun tokoh agama setempat. Hal ini tidak berarti salah, hanya saja mengurangi optimalisasi dan fungsi dari zakat itu sendiri, dimana zakat yang terkumpul tidak hanya diperuntukkan bagi kebutuhan konsumtif, tetapi juga kebutuhan sosial lainnya seperti pembangunan atau perawatan tempat ibadah, bantuan bagi pendidik atau guru ngaji, dan untuk kegiatan yang produktif.
Adapun kemitraan yang bisa dibangun antara BAZ dengan DKM dapat diwujudkan dalam beberapa poin di bawah ini:
1. Memberikan pembekalan bagi DKM seputar kewajiban zakat, sehingga masjid dapat dijadikan pusat informasi dan sosialisasi pengelolaan zakat beserta pendayagunaannya,
3. Melakukan koordinasi seputar potensi zakat di wilayahnya beserta pos-pos yang mendapat prioritas untuk mendapatkan dana zakat.
Semoga dengan adanya optimalisasi peran DKM dalam pengelolaan zakat, maka penghimpunan dan pendayagunaan zakat di Indonesia akan lebih maksimal dan DKM pun dapat lebih berdaya guna bagi masyarakat di sekitarnya. Amien.
Sumber: Buku Panduan OPZ
syukron, jazakallohu
ReplyDelete