Sunday, March 4, 2012

Pengelolaan SDM (bagian 2)


Mutasi adalah perpindahan seorang pegawai dari satu jabatan ke jabatan yang lain atau dari satu bagian ke bagian yang lain dengan tingkat kedudukan yang sama. Perpindahan ini pada umumnya memiliki makna yang khas, yang kebanyakan diartikan sebagai pembuangan terselubung. Orang yang kena “mutasi” biasanya dianggap tidak disukai atau selalu bermasalah (trouble maker). Demikian anggapan sementara orang yang apriori atau kurang memahami secara benar tentang pemindahan tugas.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan mutasi sebaiknya kepada yang dipindahkan diberikan kesan bahwa hal itu dilakukan bukan karena prestasi pegawai tersebut menurun, tetapi karena organisasi/perusahaan betul-betul membutuhkan adanya perpindahan. Dengan kata lain dia sangat diperlukan di tempat yang baru.
Namun, biasanya pertimbangan mutasi pegawai adalah memang karena prestasi yang bersangkutan di bawah standar, maka si pegawai tadi dinilai tidak mampu meningkatkan prestasi atau kinerjanya walaupun sudah melalui beberapa cara. Sebab itu biasanya dipindahkan ke bagian yang lebih ringan. Hanya karena hal-hal yang sangat mendesak atau karena memang kekurangan tenaga mutasi dilakukan dari pekerjaan ringan kepada pekerjaan yang berat.
Ada beberapa macam mutasi/transfer, antara lain:
1.       Production transfer
Yaitu pemindahan pegawai dari bagian yang kurang kegiatannya ke bagian yang kegiatannya lebih banyak. Hal ini dilaksanakan agar terdapat kesinambungan, karena bila pegawai yang biasa bekerja pada bagian yang kurang kegiatannya, maka ia akan mengalami banyak waktu terbuang dan mengalami kebosanan.
2.       Versality transfer
Yaitu transfer yang hanya diberikan kepada “the very promising” dengan harapan pada saatnya mereka dapat ikut memainkan peran penting demi mencapai tujuan organisasi/perusahaan.
3.       Shiff transfer
Yaitu dari shiff ke shiff yang lain, yang dilaksanakan secara periodik berdasarkan jadual, seperti rumah sakit, pabrik, dsb.
4.       Remedial Transfer
Yaitu setiap individu memiliki sifat, bakat, persamaan, dan perbedaan satu dengan lainnya. Oleh karenanya ada pegawai yang bisa bekerjasama dengan yang lain dan ada pula yang tidak. Jika setelah dibimbing dengan baik, namun masih terdapat pegawai yang demikian, maka ia dapat dipindahkan ke bagian lain dengan rekan yang baru.
5.       Punish transfer
Yaitu transfer yang dilakukan sebagai hukuman. Hal ini dilakukan terhadap pegawai yang dinilai telah membuat pelanggaran cukup berat, dianggap sebagai pembuat masalah (trouble maker), bahkan dianggap telah mencemarkan nama baik organisasi/perusahaan. Dan biasanya pegawai tersebut dipindahkan ke jabatan atau bagian yang lebih rendah bahkan ke tempat yang terpencil.
Promosi (promotion)
Promosi dengan transfer hampir memiliki pengertian yang sama, bedanya jika promosi merupakan perpindahan dari satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi. Suatu organisasi/perusahaan yang berencana untuk mengadakan promosi bagi pegawainya, pertama-tama harus memiliki kebijakan dan aturan yang jelas, tegas, dan transparan. Dalam kebijakan itu harus dijelaskan mengenai kemajuan pegawai dalam bidang tugasnya, batasan umur, pendidikan minimal, pengalaman, dsb. Setiap pegawai juga perlu mengetahui kebijakan di atas, agar bagi pegawai yang berminat atau memiliki ambisi dapat menyalurkannya dengan jalan berprestasi sebaik-baiknya. Bagi yang belum memenuhi syarat formal, dapat segera memenuhinya seperti melanjutkan studi, kursus, dsb. Pimpinan dalam melaksanakan kebijakan promosi, harus memiliki data prestasi setiap pegawai. Bila semua telah dapat dilaksanakan lalu diputuskan bagaimana dan siapa orang yang layak dan tepat untuk dipromosikan.
Promosi yang dilakukan untuk tingkat manajemen, pelaksanaannya harus lebih teliti. Faktor yang dinilai lebih banyak seperti senioritas, intelegensia, dan personalitinya. Kemudian yang sangat penting ialah prestasi yang telah dicapainya di atas rata-rata. Dalam hal ini data kepegawaian yang bersangkutan dijadikan sebagai informasi. Selanjutnya, data yang sangat menentukan adalah evaluasi atas prestasi dari jabatan sekarang ini, sebab data prestasi saat ini dapat dipakai untuk menilai prestasinya pada masa yang akan datang.
Agar promosi dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak tergesa-gesa maka perlu adanya pre planning promotions, yaitu semacam persiapan atas rencana promosi. Rencana untuk ini selalu disesuaikan dengan struktur organisasi agar sesuai dengan kebutuhan. Kemudian agar suatu promosi tidak menimbulkan hal yang negatif maka pimpinan harus selalu memberikan pertimbangan atas beberapa hal, antara lain:
1.       Senioritas dan kecakapan
Dasar ini sangat penting untuk menghindari rasa iri hati di antara rekan kerja. Bila mereka mengetahui bahwa dasar ini diterapkan maka dengan sendirinya mereka tidak akan mencari alasan untuk iri hati. Senioritas berarti bahwa selain sudah lama mengabdi juga berpengalaman, dan kecakapannya sudah mencapai standar performance bahkan lebih, sedangkan kecakapan dapat dianggap memiliki nilai lebih dari senioritas.
2.       Obyektif
Alasan yang dikemukaakan berdasarkan pertimbangan yang obyektif, yang dapat dibuktikan dengan data dan rekomendasi yang jelas serta meyakinkan. Yang dimaksud dengan obyektif di sini adalah obyektif atas penilaian dari prestasi seseorang, sedangkan like and dislike, hubungan keluarga, atau pamrih pribadi harus dihindarkan.
3.       Pertimbangan yang matang
Semua aspek dari pegawai berikut prestasinya harus dinilai dengan matang dan mendalam. Prestasi dari sejak awal bekerja harus dipertimbangkan, jangan hanya prestasi pada akhir-akhir saja. Begitu pula konduite secara periodik harus dipertimbangkan seluruhnya di samping faktor psikologis dari pegawai yang bersangkutan beserta lingkungannya pun perlu mendapat perhatian.
Di sekolah dikenal adanya rapor, yaitu buku nilai dari materi pelajaran yang diberikan selama jangka waktu tertentu, rapor tersebut juga berlaku bagi pegawai dalam organisasi/perusahaan, namanya “employee evaluation performance review merit rating”. Prinsipnya hampir sama, hanya lebih kompleks dan tujuan penilaiannya bermacam-macam.
Umumnya di Indonesia baik organisasi pemerintah maupun swasta hubungan antara atasan dengan bawahan atau antara rekan, masih berlaku tenggang rasa, hal ini dapat dilihat dari unsur perasaan yang sering turut bicara atau memegang peranan yang dominan. Akibatnya, atasan segan untuk menegur atau memperingatkan bawahannya jika ia berbuat salah. Apabila hal semacam ini terus berlangsung maka bawahan tersebut akan terus melakukan kesalahan yang sama tanpa ada seorang pun yang dapat memperbaikinya. Satu hal lagi yang merupakan sikap yang kurang baik yaitu seringkali atasan merasa segan dan tidak sampai hati menilai bawahannya, apalagi jika harus menyebutkan kesalahan, kelemahan, kinerja bawahannya tersebut.
Dalam melakukan penilaian ada prinsip dasar yang harus dipegang oleh setiap atasan, yaitu bahwa:
-           Seorang bawahan harus setia terhadap organisasi/perusahaan,
-           Patuh dan taat terhadap aturan dan kebijakan organisasi/perusahaan,
-           Harus mengenal kemampuannya sendiri,
-           Mengetahui, paham, dan melaksanakan tugas serta fungsinya,
-           Mengetahui sejauhmana prestasi yang telah dicapainya.
Tidak ada alasan untuk merahasiakan posisi seorang pegawai, dan setiap saat seorang atasan harus mampu untuk memberikan penilaian terhadap bawahan atas prestasinya. Maka pihak bawahan sendiri akan timbul kesadaran bahwa dirinya dinilai dan selalu diawasi oleh atasan, sehingga ia mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya dan dapat segera memperbaikinya.
Pada kenyataannya di Indonesia prestasi kurang mendapat perhatian, bahkan yang tidak berprestasi terkadang mendapatkan promosi dan menduduki jabatan yang cukup strategis. Pemandangan semacam inilah yang sering terjadi, maka jarang tenaga kerja Indonesia yang benar-benar qualified. Hal itu disebabkan kurangnya bimbingan dan pengarahan dari atasan, sebaliknya manajer yang baik pun sulit ditemukan. Kebanyakan dari mereka ini terlalu sibuk dengan urusannya, sehingga tidak ada waktu untuk mengawasi, membimbing, dan memberikan pengarahan serta penilaian kepada bawahannya.
Di dalam melaksanakan penilaian harus ditetapkan dahulu tujuannya. Ada beberapa tujuan penilaian, yaitu untuk promosi, mutasi, training, pemberhentian, atau pengurangan pegawai, dapat juga diperuntukkan untuk kepentingan pengembangan kepegawaian.
1.       Sifat penilaian dapat berupa:
-          Penilaian sederhana,
Berupa pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak” tanpa variasi yang lain. Penilaian semacam ini jawabannya relatif dan jauh dari kebenaran, bagi si penilai akan kesulitan dalam memberi nilai.
-          Kompleks,
Berupa daftar kualitas dari hasil-hasil pekerjaan yang dinilai disertai dengan definisi yang lengkap, sehingga setiap kualitas nilai pekerjaan dapat ditetapkan tersendiri dilengkapi dengan permintaan yang sifatnya sebagai bukti (evidence).
Kemudian faktor-faktor yang dinilai dapat berupa:
-         Kuantitas dan kualitas kerja,
-         Pengetahuan akan pekerjaan (tugas dan fungsi),
-         Kejujuran (dapat dipercaya atau tidak),
-         Kerjasama dan penyesuaian diri,
-         Presensi (kehadiran dan kedisiplinan),
-         Kemampuan mempertimbangkan (making decision).
Untuk tingkat pimpinan atau manajemen, faktor yang dinilai seperti tersebut di atas ditambah dengan kemampuan untuk merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), dan memipin (leadership).
2.       Langkah-langkah atau proses penilaian
Pada dasarnya penilaian adalah untuk mengetahui performance seorang pegawai apakah telah sesuai dengan standar, sampai mana prestasinya, apakah bisa mencapai standar, jika tidak, sejauh mana kemampuannya, dsb.
Langkah-langkah atau proses yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam penilaian ialah:
-         Menentukan standar atau dasar penilaian sebagai ukuran yang pasti,
Untuk dipakai sebagai pegangan maka sebelumnya perlu dibuat peringkat pegawai, agar penilaiannya nanti dapat dilakukan dengan adil.
-         Mengukur pelaksanaan kerja atau performance,
Setiap pekerjaan dapat diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dengan demikian hasilnya pun dapat diukur, untuk pegawai yang berprestasi, nilainya pun tentu akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Nilai-nilai tadi ditentukan dari faktor-faktor yang dinilai, lalu disesuaikan dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya.
-         Membandingkan prestasi terhadap standar,
Setiap pegawai memiliki potensi dan kapasitas yang berbeda, banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada organisasi/perusahaan yang sudah maju dan baik, pemberian tugas kepada pegawai disesuaikan dengan kapasitas standar performance-nya. Pegawai yang memiliki kapasitas yang tinggi dapat mencapai performance yang tinggi, begitu pula sebaliknya.
-         Memperbaiki selisih,
Jika antara performance dengan standarnya terdapat selisih maka pimpinan harus mengambil tindakan perbaikan yang dianggap perlu. Bila seorang pegawai yang performance-nya selalu melebihi standar, maka harus diberikan perhatian khusus, dan bila keadaan memungkinkan sebaiknya diberikan kesempatan untuk promosi. Bagi pegawai yang performance-nya selalu berada di bawah standar, maka harus segera diteliti, apakah orang tersebut memerlukan training, atau mungkin diberhentikan, dsb.

No comments:

Post a Comment