Lambang Perisai :
Menggambarkan Perlindungan Pemerintah daerah terhadap Penduduk dan semua kekayaan alam di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Menggambarkan Perlindungan Pemerintah daerah terhadap Penduduk dan semua kekayaan alam di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Warna Hitam :
berarti kekal dan abadi
berarti kekal dan abadi
Warna kuning :
Keadaan yang gilang gemilang
Keadaan yang gilang gemilang
Gambar takikan karet dan daun teh melambangkan :
Potensi komoditas perkebunan
Potensi komoditas perkebunan
Gambar kujang melambangkan : Pusaka Pajajaran yang dahulu kala berkuasa di bumi Jawa Barat, termasuk Kabupaten Sukabumi
Gemah Ripah Loh Jinawi mengandung arti subur makmur wibawa mukti.
Hari Jadi Kabupaten Sukabumi diperingati setiap tanggal 1 Oktober yang didasarkan dari titimangsa keberhasilan para pejauang muda Sukabumi setelah merebut paksa kekuasaan transisi Jepang setelah kalah oleh Sekutu tahun 1945. Akibat penolakan tuntutan para pejauang muda Sukabumi tanggal 1 Oktober 1945 melakukan penyerbuan dan berhasil antara lain :
Membebaskan 9 orang tahanan politik, salah seorang di antaranya RA Kosasih yang kemudian sempat menjadi Panglima Kodam Siliwangi.
Perebutan kekuasaan pemerintah sipil, dengan mengganti wedana dan camat yang tidak mendukung aksi pejuang. Jabatan-jabatan di daerah diserahkan kepada para alim ulama.
Pengambilalihan instalasi penting, seperti PLN, Kantor Telepon, Tambang Mas Cikotok, Industri Logam BARATA dan penagambilalihan gudang senjata di Wangun dan Tegal Panjang.
Setelah berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah transisi Jepang, para pejuang Sukabumi mengusulkan Mr. Sjamsudin sebagai Walikota Sukabumi dan Mr. Haroen sebagai Bupati Sukabumi. Atas usul tersebut, Residen Bogor mengangkat Mr. Haroen sebagai Bupati pertama Kabupaten Sukabumi di Era Pemerintahan Republik Indonesia tahun 1946.
Sejak saat itu peristilahan yang tertera pada nomenklatur pemerintahan diganti misalnya Ken diganti menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan (sekarang sudah tidak ada), Son menjadi Kecamatan dan Ku menjadi Desa.
Kekuasaan untuk menetapkan peraturan di Daerah pun mulai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara nasional, seperti perubahan kedudukan Komite Nasional Daerah. Komite yang semula bertugas sebagai pembantu eksekutif, diberi wewenang penuh bersama eksekutif dalam menetapkan peraturan daerah, sejalan dengan peraturan tingkat pusat dan daerah atasan.
Belanda berusaaha untuk mengembalikan kekuasaanya, dengan memanfaatkan gerakan pasukan sekutu. Tanggal 9 Desember 1945 pasukan Inggris yang berintikan tentara Ghurka, bersama dengan pasukan Belanda dengan NICA-nya, berusaha masuk ke Sukabumi dan dihadang gabungan pasukan pejuang, maka terjadilah pertempuran sengit, yang dikenal dengan Pertempuran Bojongkokosan.
Iring-iringan kendaraan perang tentara Inggris, terdiri dari tank dan panser, diserang pasukan Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda. Kerugian besar diderita pihak sekutu. Disamping beberapa kendaraan perang berhasil diledakkan, banyak tentara Ghurka terbunuh dan beberapa perwira Inggris tewas.. Di sekitar situs pertempuran bersejarah itu, sekarang berdiri monumen perjuangan Bojongkokosan. Sejak peristiwa itu, beberapa gerakan tentara Belanda dan sekutu senantiasa mendapat perlawanan para pejuang muda Sukabumi.
Tanggal 21 Juli 1947, Belanda berhasil lolos masuk ke Sukabumi dan pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi di bawah Mr. Soewardi, untuk sementara dipindahkan ke Nyalindung, sebelah Selatan kota Sukabumi. Belanda membentuk pemerintaha sipil dan mengangkat R.A.A. Hilman Djajadiningrat sebagai Bupati Sukabumi, yang kemudian digantikan oleh R.A.A. Soeriadanoeningrat.
Tahun 1950, setelah kekuasaan kembali ke tangan Republik Indonesia, pemerintahan di daerah ditata kembali berdasarkan UU 22/1948. Dengan keluarnya UU 14/1950 tentang pembentukan Daerah Tingkat II di lingkungan Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi menjadi daerah otonom. R.A. Widjajasoeria diangkat menjadi Bupati, menggantikan Soeriadanoeningrat.
Pada masa pemerintahan, R.A. Widjajasoeria, yang berakhir tahun 1958 itu, telah terjadi perubahan-perubahan dalam struktur pemerintahan di daerah yaitu :
Diundangkannya UU I/1957 menggantikan UU 21/1948. Dengan undang-undang baru ini, Kepala Daerah hanya diserahi tugas otonomi daerahnya sendiri, sedang tugas pengawasan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat menjadi tanggung jawab Menteri Dalam Negeri.
Terjadi dualisme tugas dan kewenangan di daerah, antara tugas dan kewenangan pusat di daerah.
Tahun 1958, R. Hardjasoetisna diangkat menjadi Kepala Daerah, menjalankan tugas-tugas kewenangan daerah. Sedangkan sebagai pelaksana tugas dan kewenangan pemerintah pusat di daerah dijabat oleh pejabat tinggi yang disebut Pejabat Bupati, saat itu dijabat oleh R.A. Abdoerachman Soeriatanoewidjaja.
UU I/1957 tidak berlangsung lama dengan terbitnya Penpres R.I 6/1959 yang menyerahkan tugas-tugas pusat bidang pemerintahan umum, maupun urusan rumah tangga daerah, ke tangan Bupati/Kepala Daerah. Dalam menjalankan tugasnya Bupati/Kepala Daerah dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH). R. Koedi Soeriadihardja diangkat sebagai Bupati/Kepala Daerah hingga tahun 1967, yang kemudian digantikan oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Haji Anwari.
Perubahan dalam sistem dan struktur pemerintahan daerah turut mewarnai dinamika dan perkembangan daerah serta masyarakat Kabupaten Sukabumi. Setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 yang menjadi acuan sistem pemerintahan di daerah, pada tahun 1965 diundangkan UU 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang ini kemudian dicabut sebelum dilaksanakan dan diganti dengan UU 5/1974. Undang-undang baru ini kemudian berlaku selama pemerintahan Orde Baru, hingga diundangkannya UU No. 22/1999 yang sekarang telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Haji Anwari merupakan Bupati pertama yang diangkat di masa Orde Baru. Pada masa pemerintahannya, Kabupaten Sukabumi mulai mengembangkan pembangunan infrastruktur, yang mengakhiri isolasi wilayah selatan Kabupaten Sukabumi. Sebagai Bupati, Haji Anwari berakhir tahun 1978. Bupati berikutnya adalah :
Drs. H.M.A Zaenuddin (1978 ? 1983)
Dr. H. Ragam Santika (1983 ? 1989)
Ir. H. Muhammad (1989 ? 1994)
Drs. H.U. Moch. Muchtar (1994 ? 1999)
Drs. H. Maman Sulaeman (2000 ? 2005)
Drs. H. Sukmawijaya, MM (2005 ? 2010)
Drs. H. Sukamawijaya, MM, merupakan Bupati Sukabumi pertama hasil Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan pada hari Senin tanggal 27 Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 yang berpasangan dengan Drs. H. Marwan Hamami, MM sebagai Wakil Bupati Sukabumi. Pada usianya yang ke 60, Kabupaten Sukabumi membuat tonggak sejarah baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni telah dilaksanakannya pemilihan Bupati/Wakil Bupati Sukabumi secara langsung yang berjalan aman, tertib, dan damai.
Drs. H. Sukmawijaya, MM dan Drs. H. Marwan Hamami, MM., dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati masa bhakti tahun 2005-2010 oleh Gubernur Jawa Barat Drs. H. Dany Setiawan, M.Si. atas nama Menteri Dalam Negeri RI pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Sukabumi pada Hari Senin tanggal 29 Agustus 2005 yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi H Sopandi Harjasasmita.
sumber : http://www.kabupatensukabumi.go.id
Download Logo Kabupaten di KUWARASANKU.BLOGSPOT.COM
No comments:
Post a Comment