Saturday, June 2, 2012

Strategi Nazhir Dalam Pengembangan Wakaf Produktif (2)

V.   Peran Nazhir dalam Pengembangan Wakaf
1. Nazhir (perseorangan, organisasi maupun badan hukum) menempati posisi kunci dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, bahkan dapat dikatakan berhasil tidaknya pengelolaan dan pengembangan harta wakaf sangat tergantung kemampuan Nazhir yang bersangkutan.  
2. Dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004  Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf, Dalam undang-undang tersebut diatur Nazhir memiliki kewajiban meliputi:
a. mengadmistrasikan, mengelola, mengembangan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf 
b. membuat laporan secara berkala kepada Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengenai kegiatan perwakafan.
VI.  Pengembangan Wakaf
1. Urgensi Pengembangan Harta Wakaf
Pengembangan harta wakaf merupakan hal baru dalam perwakafan di Indonesia, mengingat wakaf selama pengelolaan masih bersifat konvensional dan tradisional dan peruntukannya masih terbatas untuk keperluan sarana peribadatan dan sosial keagamaan. Sehingga walaupun harta wakaf berupa tanah yang jumlahnya cukup banyak namun belum dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat.
Dengan keluarnya Fatwa MUI Tahun 2002 yang membolehkan wakaf uang dan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, yang membuka peluang wakaf benda bergerak, seperti: logam mulia, surat berharga, HAKI, kendaraan dan juga uang.
Faktor yang mendorong perlunya pengembangan wakaf di Indonesia, meliputi:
a. Kemajuan teknologi, faktor ini menyebabkan proses pengaktifan tanah wakaf lebih baik bagi lahan-lahan sempit dari tanah pemukiman yang ada di kota-kota khususnya, sehingga memungkinkan untuk membuat bangunan dengan bentuk memanjang atau bertingkat-tingkat melebihi bangunan yang ada sebelumnya.
b. Dalam kondisi seperti ini, tidaklah logis membiarkan harta (tanah) wakaf yang kecil dengan manfaat yang sedikit. Sementara di sisi lain bangunan yang ada di sekitarnya dibangun dengan puluhan tingkat yang mencakar langit. Perbedaan yang mencolok ini, menuntut perlunya pengembangan harta wakaf, terutama dengan pertimbangan bahwa pengembangan ini bisa menjadikan manfaat wakaf dapat dilipat gandakan.
c. Masa tidur panjang yang dialami oleh umat Islam telah menyebabkan kemunduran ekonomi. Untuk kembali mengaktifkan tanah wakaf khususnya dan harta wakaf lainnya umumnya.
2. Strategi Pengembangan Wakaf
Hampir semua wakif yang menyerahkan tanahnya kepada Nazhir tanpa menyertakan dana untuk membiayai operasional usaha produktif, tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karena itu, diperlukan strategi riil agar harta wakaf yang begitu banyak di seluruh provinsi di Indonesia dapat segera diberdayakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak. Strategi riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah :
a. Kemitraan
Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi tanah strategis yang ada dengan nilai komersialnya cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik dengan cara musyarakah maupun mudharabah sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Pihak-pihak ketiga itu adalah sebagai berikut :
1) Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non lembaga jasa keuangan. Lembaga ini bisa berasal dari lembaga lain di luar wakaf, atau lembaga wakaf lainnya yang tertarik terhadap pengembangan atas tanah wakaf yang dianggap strategis.
2) Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup. Modal yang akan ditanamkan berbentuk saham kepemilikan sesuai dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan ini bisa dilakukan lebih dari satu pihak dengan komposisi saham sesuai dengan kadar yang ditanamkan.
3) Lembaga perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya sebagai pihak yang memiliki dana pinjaman. Dana pinjaman yang akan diberikan kepada pihak nazhir wakaf berbetuk kredit dengan sistem bagi hasil setelah melalui studi kelayakan oleh pihak bank.
4) Lembaga perbankan Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di Indonesia, seperti Islamic Development Bank (IDB).
5) Lembaga keuangan dengan sistem pembangunan BOT (Build of Transfer).
6) Lembaga penjamin syariah sebagai pihak yang akan menjadi sandaran Nazhir apabila upaya pemberdayaan tanah wakaf mengalami kerugian.
7) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat, baik dalam atau luar negeri.
Selain bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang memiliki hubungan permodalan usaha, nazhir wakaf harus mensinergikan program-program usahanya dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perguruan Tinggi, Lembaga Konsultan Keuangan, Lembaga Arsitektur, Lembaga Manajemen Nasional, Lembaga Konsultan Hukum dan lembaga lainnya.
b. Terbentuknya Undang-Undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia
Begitu pentingnya wakaf bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka untuk mendukung pengelolaan wakaf  secara produktif Pemerintah telah berhasil melahirkan   Undang-undang Wakaf dan Peraturan Pemerintah sebagai Pelaksanaannya. Undang-undang Wakaf dapat dikatakan merupakan rumusan konsepsi Fiqih Wakaf baru di Indonesia yang antara lain : meliputi benda yang diwakafkan (mauquf bih): peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih); jenis harta yang boleh diwakafkan tidak terbatas benda tidak bergerak (tanah dan bangunan) maupun benda bergerak, seperti saham, uang, logam mulia, HAKI, kendaraan dan lain-lain serta diatur kewajiban dan hak Nazhir wakaf, ini semua guna diatur untuk menunjang pengelolaan wakaf secara produktif.
Undang-undang Wakaf selain  sebagai hukum formal yang menjadi landasan dalam pengembangan wakaf, juga mengamarkan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang mempunyai kewajiban membina lembaga kenazhiran yang ada di tanah air, agar Nazhir yang ada dapat berkembang.  Pembinaan oleh BWI kepada para Nazhir diharapkan terfokus terhadap usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, tujuannya agar harta wakaf dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga yang independen dan mempunyai peran strategis, diharapkan dapat membantu, baik dalam pembiayaan, pembinaan maupun pengawasan dan peningkatkan kualitas Nazhir agar para nazhir dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Selain itu diharapkan BWI dapat memfasiltasi upaya penggalangan dana khususnya dana dari luar negeri.
VII. Penutup
Prospek pengembangan wakaf di Indonesia memiliki peluang cukup menjanjikan, hal ini nampak dari potensi yang ada di masyarakat, seperti;
1. Tumbuhnya kesadaran masyarakat khususnya umat Islam akan pentingnya velantropi dalam penggalangan dana untuk meningkatkan kesejahteraan umat;
2. Tersedianya payung hukum dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya yang membuka peluang jenis harta yang boleh diwakaf tidak terbatas benda tidak bergerak  berupan tanah tetapi juga meliputi wakaf benda bergerak yang meliputi: uang dan benda berharga lainnya
3. Adanya fatwa MUI yang membolehkan wakaf uang;
4. Tersedianya jumlah tanah wakaf cukup banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk usaha produktif.
Untuk mengoptimalkan potensi tersebut dituntut kemampuan dan kerja keras kita untuk mewujudkannya, khususnya dalam upaya merubah paradigma  terhadap pengelolaan harta wakaf.
Demikian, materi yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat dan dapat dijadikan bahan diskusi lebih lanjut. Sekian dan terima kasih.
Disampaikan pada acara
Diklat Nazhir Wakaf Produktif Kabupaten Cianjur Tahun 2012

No comments:

Post a Comment