Thursday, November 22, 2012

(Renungan) Ayah Kembalikan Tangan Dita

Sepasang suami isteri – seperti pasanganlain di kota-kota besar selalu meninggalkan anak-anak dan diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, adalah perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan saja oleh pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayunan di atas buaian yang dibeli Ayahnya, atau memetik bunga di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku berkarat. Si Anak pun mencoret lantai tempat mobil Ayahnya diparkirkan, namun karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Lalu dicobanya lagi pada mobil baru Ayahnya. Ya.. mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Kebetulan hari itu Ayah dan Ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. DIbuatnya gambar Ibu dan Ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri tersebut melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si Bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!"...
Pembantu rumah yang tersentak mendengar jeritan itu pun segera berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan, lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan "Saya tidak tahu, Tuan". "Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si Anak yang mendengar suara Ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yang membuat gambar itu Ayahhh.. cantik.. kan...!", katanya sambil memeluk Ayahnya sambil bermanja seperti biasa.
Si Ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan sang Anak. Si Anak yang tak mengerti apa apa menangis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si Ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan si Ibu hanya berdiam diri, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan pada sang Anak. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si Ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Setelah puas memukul, si Ayah masuk ke rumah diikuti si Ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si Anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si Ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si Anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!", jawab Bapak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si Ayah konon bermaksud ingin memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si Ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si Ibu pun demikian, meski setiap hari dia bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu...", jawab pembantunya ringkas. "Kasih panadol saja," balas si Ibu. Sebelum si Ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita sangat panas. "Yah, sore nanti kita bawa ke klinik," kata majikannya itu.
Sampai saatnya si Anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter merujuk agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari dirawat inap dokter memanggil Bapak dan Ibu anak itu. "Tidak ada pilihan lagi..."kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut… "Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawa anak Bapak dan Ibu, maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Bagaikan terkena halilintar si Bapak dan Ibu mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat diucapkan lagi.
Si Ibu meraung merangkul si Anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si Ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si Anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka Ayah dan Ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si Anak bersuara dalam linangan air mata.
"Ayah.. Ibu.. Dita tidak akan melakukannya lagi… Dita tak mau Ayah pukul lagi. Dita janji tidak nakal lagi.. Dita sayang Ayah.. Dita sayang Ibu...", katanya berulang kali membuatkan si Ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti..."katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayaaah.. kembalikan tangan Dita..!! Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi..!! Bagaimana Dita mau makan nanti?… Bagaimana Dita mau bermain nanti?… Dita janji tidak akan coret-coret mobil lagi, Dita janji...!!!" katanya berulang-ulang.
Hancur hati si Ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur.
Pada akhirnya si Anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.
Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran batin, sampai suatu saat sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yang tak bertepi...
Namun, si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayangdan selalu merindukan Ayahnya..
Semoga bermanfaat dan dapat diambil Hikmahnya …
Silahkan DICOPAS atau DI-SHARE jika menurut sobat note ini bermanfaat ….
Sekian dan salam berbagi...
Sumber bindusabid

No comments:

Post a Comment